Situ Sangiang: Wana Wisata Sarat Sejarah di Majalengka


Telaga di Sangiang (Foto: Panji)
Situ Sangiang Resort Sangiang yang merupakan wana wisata alam dan ziarah yang berada di bawah kewenangan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Provinsi Jawa Barat. Dalam administrasi pemerintahan, kawasan ini termasuk ke dalam wilayah Desa Sangiang Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka, sekitar 30 km dari kota Majalengka ke arah Selatan. Penataan batas hutan Sangiang sudah dilakukan pada tahun 1932 seluas 107 Ha, luas telaga 18,9 Ha, dan dikelilingi oleh hutan yang terfragmentasi dengan kawasan TN. Gunung Ciremai yang lain. Daerah penelitian ini dikelilingi perumahan padat penduduk dan areal pertanian masyarakat berupa tanaman sayur dan rempah-rempah.


Situ Sangiang (Situ berarti telaga, dan Sangiang berarti menghilang) sendiri mempunyai latar belakang cerita sejarah. Konon dipercaya bahwa daerah Situ Sangiang merupakan tempat pasukan Kerajaan Padjajaran dimana mereka memilih tinggal setelah terdesak oleh perkembangan Islam. Pasukan itu menghilang atau tidak ditemukan jejaknya di tempat tersebut. Menurut kuncen, Kerajaan Talaga Manggung menghilang bersamaan setelah dibunuhnya Sunan Talaga Manggung oleh gandek kepercayaan raja bernama Centrang Barang.


Makam kramat sunan parung
Sebagai kawasan wana wisata alam dan ziarah, banyak masyarakat yang mengunjungi tempat ini dengan tujuan ziarah ke makam keramat Sunan Parung untuk memperoleh rezeki, kesehatan, pekerjaan, dan jodoh. Ada juga yang datang untuk berekreasi di Situ (telaga) untuk memberi makan ikan, mandi di Situ sebagai pensucian diri, dan lain sebagainya.


Situ Sangiang merupakan kawasan hutan terfragmentasi, namun memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi mulai dari ikan hingga beberapa flora dan fauna yang ada di sekitar Situ Sangiang. Bila dilihat dari keaslian flora dan faunanya di kawasan ini, pengunjung bisa sekaligus menikmati keindahan alam dan juga pendidikan lingkungan berupa pengenalan flora dan fauna yang ada di dalamnya. Beberapa flora di Situ Sangiang yang telah teridentifikasi oleh Tim Keanekaragaman Hayati TNGC tahun 2010 antara lain pulus munding (Laportea stimulans), pingku (Dysoxylum densiflorum), kalimorot (Castanopsis argentea), rukem (Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi), rengas (Gluta renghas), bukuan (Tetraglochidium bibracteatum Blume), solatri/ nyamplung (Calophylum inophyllum), benda’ (Artocarpus elasticus), kiara koneng (Ficus annulata Bl.), kigambir (Uncaria gambir), kareumbi (Homalanthus populneus Benth.), bunut (Ficus virens), hambirung (Vernonea arborea), loa (Ficus racemosa), mersawa (Anisoptera marginata), nunuk (*tidak teridentifikasi), kupa/ gowok (Syzygium polycephalum), kiganitri (Elaeocarpus ganitrus Bl.), kimokla/ mendarahan (Knema cinerea), tisuk (Hibiscus macrophyllus), jaha (Croton argyratusi), dan kimeong (Timonius sp). Selain itu tumbuhan bawah yang sering dijumpai adalah rotan, tepus, kaliandra, domdoman, darandang, pisitan monyet, bubuai, dan cariang.


Meskipun terfragmentasi dan ada perkampungan penduduk, namun masih banyak satwa liar yang hidup di daerah tersebut, antara lain : parkit dada merah (Psittacula alexandri), kacamata biasa (Zosterop palpebrosus), madu sepah raja (Aethopyga siparaja), walet sapi (Collocalia esculenta), elang ular bido (Spilornis cheela), pipit bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cinenen jawa (Orthotomus sepium), pekakak emas (Pelargopsis capensis), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus), wiwik lurik (Cocomantis sonneratii), kangkok ranting (Cuculus saturates), kapinis jarum pantat putih (Hirundapus cochinchinensis), lutung Jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), biawak air (Varanus salvator), kongkang kolam (Rana chalconata), katak sawah (Fejevarya cancrivora), kodok buduk (Bufo asper), katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax), dan tupai (Scandia sp).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulai, Pohon Berkhasiat Obat

Way Kambas: Bercengkrama dengan alam lewat Lensa

Mengubah alga merah menjadi minyak bumi